Aku dilahirkan di kota Di bangsal rumah sakit tua Rumahku sebaya umur kakekku Berdinding batu separuh bambu Dan aku coba mengerti Walau aku sering memaki Tingkah-tingkah kotaku yang panas Berbaur debu dan keringat di badanku ♪ Orang bilang kotaku kejam Tak beda usia tak beda warna Bagai tangan hitam cengkeram Tubuh-tubuh tergolek disana Dulu aku tak perduli Walau aku sering kerutkan dahi Detak jantung berpacu dengan nafsu Sering terlihat nyata di depanku ♪ Satu ketika ku berkhayal Hidup ini bersinar merata Tapi lamunanku buyar Oleh mimik seorang bocah Gelandangan kecil berdiri Dengan rasa ingin memiliki Sepotong roti di toko yang bersih Dan berjendela kaca Kulihat seorang perempuan baya Dengan orok di pangkuannya Larut malam di kaki lima Menunggu warung kopi miliknya Tak berdinding beratap rumbia Menempel di emper toko megah Esok 'pabila mentari tiba ku tak tahu ia dimana Ti-ri, ti-ri-ri-ri-ri Ti-ri Ti-ri, ti-ri-ri-ri-ri Ti-ri Ti-ri, ti-ri-ri-ri-ri Ti-ri, ti-ri-ri-ri-ri Kepincangan demi kepincangan Tak membuat aku jera Kehidupan yang keras ini Akan kuhadapi jua Tanpa terasa aku tengadah Kepada-Nya aku meminta Kotaku 'kan tegar berdiri Bukan hanya untuk satu generasi